Kominfo – Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mendorong penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam layanan publik pemerintahan. Menurut Menteri Kominfo, kelebihan AI untuk penyelesaian tugas yang berulang dan menyimpan dalam bentuk Que Card.
Di zaman sekarang, tidak aneh jika sudah banyak peradaban-peradaban dunia yang sudah maju atau bahkan mungkin akan melebihi peciptanya itu sendiri. Ini bukan perihal agama, melainkan soal peradaban manusia, perihal tentang teknologi yang telah di kembangkan oleh manusia, yaitu penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).
Apa Itu Artificial Intelligence (AI)?
Artificial Intelligence (AI) adalah program komputer yang dirancang untuk meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan, logika, dan karakteristik kecerdasan lainnya. Tujuanya ialah untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya mungkin terkait dengan kecerdasan manusia dalam mengatasi problemnya, seperti dalam pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola. Hal itu dapat di temukan dalam algoritma AI, algoritma pencarian sering digunakan untuk mencari solusi atau keputusan terbaik dalam suatu masalah. Algoritma pencarian merupakan salah satu komponen penting dalam pengembangan sistem kecerdasan buatan (AI). Algoritma sendiri terbagi menjadi tiga bagian dalam jenisnya, yaitu:
1. Algoritma Klasifikasi
Algoritma ini adalah untuk mengklasifikasikan apakah sebuah email termasuk ke email spam atau tidak. Algoritma ini juga digunakan untuk membagi variabel ke dalam kelas-kelas yang berbeda serta memprediksi kelas dari variabel input.
2. Algoritma Regresi
Algoritma ini merupakan algoritma yang paling sederhana tetapi dapat digunakan dalam kasus hubungan linier atau masalah yang dapat dipisahkan secara linier. Algoritma ini akan menganalisis sekumpulan variabel dan memprediksi hasil dalam bentuk kategorik. Algoritma ini digunakan dalam mesin rekomendasi produk di bidang ritel, dimana produk yang disukai pelanggan bergantung pada beberapa faktor, seperti merek, kualitas, harga, review, dan lain sebagainya.
3. Algoritma Clustering
Clustering merupakan proses pemisahan data menjadi kelompok berdasarkan kesamaan dalam anggota kelompok. Algoritma ini merupakan algoritma unsupervised learning yang memiliki tujuan utama untuk mengelompokan data yang memiliki kemiripan karakteristik. Cara kerja algoritma ini adalah menghitung centroid dari cluster kemudian mengevaluasi jarak ada tiap centroid ke titik data.
Teknologi manusia berkembang semakin pesat, termasuk teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Teknologi tersebut memungkinkan suatu alat teknologi untuk memudahkan pekerjaan manusia. Banyak contoh AI yang sudah marak di gunakan contohnya, chat GPT, Bing chat, Genei, Copy AI, Revoicer, Grammarly, manychat, dan sebagainya. Itulah beberapa contoh yang sudah digunakan oleh banyak orang, baik dari peserta didik, ataupun pengajar.
Apakah akan bermasalah atau tidak? Pemerintah saja sudah mulai tertarik dengan AI, dengan mengunakannya dalam segi ketenagakerjaan, yang mungkin akan mempengaruhi warganya dalam ketenagakerjaan, yang kemungkinan akan mulai hilang karena hadirnya AI. Secara perlahan para tenaga kerja akan mulai tersingkir. Kemudian apa jadinya jika seorang reporter atau presenter ataupun jurnalis diganti oleh AI, padahal secara harfiah, jurnalis artinya pekerjaan mengumpulkan fakta, menulis, mencari, menyunting, serta menerbitkan berita di surat kabar. Tugas mereka yaitu menulis, mengedit, mengoreksi, serta mengarsipkan berita dan artikel. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jurnalisme adalah “pekerjaan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita dalam surat kabar. Namun dari segi kata, jurnalisme adalah berasal dari kata “jurnal” dan “isme”. Jurnal artinya laporan. Isme artinya paham atau ajaran. Dengan begini, apakah jurnalisme penting?
Sebelum adanya AI, jurnalisme itu sangat penting dan berpengaruh untuk khalayak ramai karena memang tujuannya untuk mengumpulkan dan mendistributi berita. Itu bukanlah perihal yang mudah, perlu usaha dan kerja keras agar bisa dibaca untuk khlayak ramai. Bila seorang presenter atau reporter ataupun seorang jurnalis diganti oleh AI, maka akan ada dampak baik dan buruknya tentunya. Jika seorang presenter TV, reporter atau jurnalis diganti AI dampak buruknya ialah akan sangat sulit bagi para anak muda untuk menjadi presenter TV, reporter dan jurnalis. Karena telah tergantikan oleh AI, dan dampak baiknya pihak siaran TV jadi dimudahkan dalam presenter dan lainnya, karena tidak usah mencari orang namun cukup dengan AI. Hal tersebut bisa teratasi sekaligus mengurangi biaya, tapi perlu diingat setiap seorang anak punya mimpi untuk menggapai cita-citanya, contohnya menjadi presenter TV, jurnalis atau reporter TV salah satunya. Apakah keegoisan pihak siaran TV akan menghanguskan impian seseorang?
Menanggapi hal tersebut, Dosen Jurnalistik Universitas Padjadjaran (UNPAD) sekaligus peneliti jurnalisme digital, Dandi Supriadi, M.A. (SUT), PhD, mengatakan bahwa penggunaan presenter AI merupakan impian yang sudah digaungkan sejak lama, yakni bagaimana pekerjaan manusia dapat digantikan secara visual oleh teknologi. “Bisa saja teknologi lakukan semuanya, tapi kalau tidak di bawah pengawasan manusia untuk mengontrol alur informasi tersebut, teknologi AI akan mengembangkan logikanya sendiri yang mungkin tidak kontekstual dengan kepentingan manusia,” jelasnya.
Mungkin AI akan jadi masalah bagi yang mempersalahkannya, tapi bila dimanfaatkan dengan baik maka akan jadi bermanfaat, termasuk bagi para jurnalistik untuk mencari lebih detail sebuah kabar terkini. Meskipun AI telah hadir saat ini, tapi intinya, keduanya bisa saling menguntungkan layaknya simbiolis mutualisme. Tinggal bagaimana cara memanfaatkannya. Dengan begitu akan terciptanya suatu hasil yang memuaskan, karena saling ketergantungan antara AI (Artificial Intelegence) dan Jurnalisme.