Sebagian mahasiswa dan mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Ushuluddin mengungkapkan kekecewaannya terhadap kondisi fasilitas kampus yang masih jauh dari standar yang diharapkan serta kebijakan uang kuliah tunggal yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi ekonomi beberapa mahasiswa.
Dari hasil advokasi yang dilakukan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (SEMA-FU) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (DEMA-FU) ada 45 orang mahasiswa dan mahasiswi fakultas ushuluddin yang tidak bisa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) diakibatkan kendala ekonomi. Setelah adanya pembicaraan secara intensif dengan pihak birokrasi dari keluhan sebagian mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT, sampai saat ini tidak ada jawaban yang jelas dari pihak terkait untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Sehingga sampai saat ini mahasiwa yang tidak bisa membayar UKT masih kebingungan untuk mencari cara agar bisa melanjutkan perkuliahnnya, sebab tidak bisa mengambil KRS (Kartu Rencana Studi), dikarenakan belum membayar UKT.
Dalam artian, jalan keluar yang diberikan oleh pihak birokrasi UKT harus/wajib di bayar, kalau tidak “tak bisa kuliah”. Sehingga apabila ingin kuliah maka konsekuensinya harus memiliki uang, bisa diartikan mahasiswa yang kurang mampu “tidak bisa kuliah”. Dengan kata lain, perkuliahan hanya bisa diakses oleh mahasiswa yang mapan secara ekonomi (kelas borjuis), padahal dalam UUD No.12 Tahun 2012 BAB IV pasal 76 disebutkan bahwa;
“Perguran tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelasaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik”.
Hal ini menjadi ironi sebab di tengah permasalahan fundamental dari beberapa mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT. Kampus malah larut dalam euporia setelah dinobatkan sebagai PTKIN terbaik versi Scimago dan Webometrik. Apabila faktanya seperti itu, maka seharusnya “Universitas Islam Negeri Sunun Gunung Djati Bandung” memberikan kebijakan yang jelas terhadap mereka yang tidak bisa memabayar UKT. Karena di lain pihak, masalah sarana dan prasana penunjang perkuliahan pun masih belum maksimal. Sebagai contoh, minimnya fasilitas pendukung proses pembelajaran dan penelitian mahasiswa. Hal ini nampak jelas dari fasilitas perkuliahan yang ada di Fakultas Ushuluddin. Karena hanya ada beberapa jurusan yang memiliki laboratorium dan itu pun minim perlengkapan. Di lain pihak, ada beberapa jurusan yang tidak memiliki laboratorium seperti jurusan Aqidah Filsafat Islam dan Studi Agama-Agama. Di tambah lagi permasalahan umum yang sampai saat ini belum ada solusinya, yaitu fasilitas parkiran kendaraan yang sesak-padat dan kamar mandi yang kurang terawat.
Oleh karena itu, mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Ushuluddin meminta pihak birokrasi untuk segera memberikan solusi bagi teman-teman kita yang tidak bisa membayar UKT dan sekaligus mendorong peningkatan kualitas fasilitas kampus. Dengan demikian kami mengajak mahasiswa dan mahasiswi Ushuluddin untuk melakukan Konsolidasi Terbuka terkait kebijakan birokrasi dan dukungan secara penuh kepada teman-teman kita yang terkendala pembayaran UKT.
#Saling Menolong, Saling Membela, Saling Membangun!
#Solidaritas Tanpa Batas, Perjuangan Tanpa Henti!
#Ushuluddinbergegas