Jika keabadian itu nyata
tak akan ada rasa bimbang
antara mengorbankan atau bertahan.
Masihkah terasa begitu sulit
jika keabadian itu ada di antara kita?
Masihkah ada kebimbangan
jika kita terus berjalan berdampingan
tanpa adanya ragu atas kepercayaan?
Perlukah rasamu
meneguk ramuan penggugah rasa sebanyaknya
untuk merangkul besarnya rasa yang menyusup?
Sayangnya, rasa kita terlalu fana
ingin rasanya ku menyelam di tengah cawan pelupa
hingga lupa ku menjerat ke permukaan.
Sampai di sini adakah abadi itu?
Atau hanya sebuah istilah ketika tenggelam
di mabuk ramuan penggugah rasa?
Menjadi jalan yang tak pernah kita temui
ujung dari pendarnya fajar.


