Grand Design

Grand Design Dema FU

Berangkat dari permasalahan kebudayaan saat ini kami merancang sebuah gagasan yang berpijak pada pada Paradigma Kritis-emansipatoris.

Paradigma Kritis-emansipatoris adalah cara pandang reflektif terhadap realitas melalui pendekatan kritis dan emansipatoris. Reflkesi terhadap realitas artinya memandang realitas sebagai hal yang tidak bersifat netral atau berjalan dengan sendirinya. Dalam artian realitas sedari awal merupakan proyeksi atau pemetaan dari suatu kelompok atas kepentingan tertentu (terdengar agak politis). Sehingga menurut M…, realitas hadir untuk dirubah, bukan dipikirkan apalagi dibayangkan.

Lantas apa yang mesti dirubah dari realitas? Berangkat dari permasalahan umum bahwa selama terjadinya pandemi covid-19, mahasiswa melakukan perkuliahan secara online melalui aplikasi (meet, zoom, classroom, dll). Implikasinya selepas pandemi berakhir ada sebuah paradigma yang tidak bisa terlepas dari pemikiran mahasiswa, yaitu sebuah kecanduan terhadap Smartphone dan seluruh fitur-fitur yang disediakannya. Hal ini berdampak terhadap kebudayaan yang terjadi di kampus saat ini. Melalui paradgima kritis-emansipatoris kami melakukan analisis dan peninjauan terhadap kekeliruan yang terjadi dalam kehidupan mahasiswa saat ini. Sekaligus mencoba untuk merubahnya. Ada beberapa kekeliruan yang terjadi dalam kehidupan kampus saat ini, diantaranya adalah :

01

Tidak ada lagi batasan antara dunia nyata dan dunia maya, malahan dunia maya lebih digandrungi. Sebagai contoh, ketika kuliah di kelas, rapat organisasi di luar kelas, diskusi, seminar, ataupun kumpul-kumpul di kampus. Smartphone dan notifikasinya selalu menjadi prioritas utama. Hal ini bisa di lihat ketika rapat atau diskusi, sebagian orang malah lebih fokus terhadap smartphone-nya ketimbang orang lain yang ada disekitarnya.

02

Budaya literasi tergantikan oleh budaya populer yang lebih dianggap keren dan trendy. Budaya literasi adalah budaya berhubungan dengan kegiatan membaca, menulis, diskusi, dan penelitian. Sedangkan, Budaya populer adalah budaya yang berisfat trendi atau kekinian dan diskusi oleh masyarakat umum. UIN Bandung adalah kampus yang terkenal dengan budaya literasinya yang tinggi. Asumsi tersebut menjadi kuat karena berangkat dari anggapan kampus-kampus lain. Karena setiap minggu bahkan setiap hari sebelum terjadinya covid-19 kegiatan diskusi perihal (sastra, filsafat, politik, hukum, agama, dll) acap kali dilakukan di dalam kampus setelah perkuliahan berakhir. Biasanya dilakukan di selasar DPR, Mesjid, Fakultas, Rektorat, dan bahkan di Gedung UKM.

Belakangan ini, budaya populer lebih digandrungi ketimbang budaya literasi. Hal ini dikarenakan ada peralihan paradigma dari reflektif menjadi positivistik. Paradigma refkeltif adalah cara pandang yang berisfat rasional atau berpikir dan bertindak secara “sadar”. Misalkan, sebagai mahasiswa yang terikat oleh Tridharma perguruan tinggi (pendidikan, pengabdian dan penelitian) maka secara sadar ia harus merealisasikannya. Sebagai contoh melalui budaya literasi (membaca buku, diskusi, menulis, dan penelitian).

Sedangkan, paradigma positivistik adalah cara pandang yang bersifat netral terhadap realitas atau menganggap realitas sebagaimana adanya. Apabila realitas diproyeksikan oleh sains dan teknologi, maka itu dianggap sebagai keniscayaan. Misalkan, asumsi bahwa smartphone adalah pusat kehidupan, padahal segala yang ada di dalamnya tidak nyata bahkan merupakan imitasi dari realitas yang “real”. Tetapi asumsi tersebut dianggap sebagai hal yang lumrah dan biasa saja. Hal ini didasarkan dari realitas dan anggapan umum bahwa kita tidak bisa hidup tanpa teknologi “smartphone”. Paradigma positivistik melihat itu sebagai hal yang mesti dikembangkan karena berasal dari realitas dan anggapan umum.