Kuburan itu berbaris
Ditimpa dan dihimpit tangis
Dari sebuah tragedi yang seperti paradoks
Yang tak henti memproduksi darah, luka, dan borok.
Buku sejarah di masa depan
Akan menjadi buku paling tebal di sekolah
Meneriakan suara rakyat kecil
Pada pemimpin yang berpura-pura tuli
Yang menari di atas lingkaran korupsi.
Jika harta para serakah itu dapat kucuri
Maka sila ketiga bukan lagi sekadar fantasi
Jika organ tubuh para penguasa rakus itu dapat kujual
Indonesia takkan lagi dibelenggu sial.
Saat rakyat kecil terjebak dalam tubuh
Yang buruk, sengsara, mengharukan dan kelaparan
Mereka yang berkuasa sedang sibuk liburan
Sambil menginjak leher rakyat yang memilukan.
Indonesia terlalu lihai
Memproduksi mayat dengan mengerahkan
Para sniper, para petinju ilegal, dan lindasan
Mobil pada seorang ojol yang sedang mengantarkan pesanannya …
Kebijakan pajak di masa kini
Sangat menyerupai tragedi lama
Yang menyiksa para pejuang
Seperti memeras rakyat yang tak beruang.
Angka kemiskinan membumbung tinggi
Tapi mereka yang berkuasa berpesta dan menari
Tak melihat jutaan rakyat yang kekurangan gizi
Tak mendengar rakyat yang merintih setiap hari
Demi sesuap nasi yang dicuri dan masuk ke kantong pribadi …
Aksi demo di mana-mana
Membakar amarah rakyat di segala penjuru negara
Menciptakan kobaran dendam yang membara
Tapi hanya menjadi suara
Yang tak terdengar oleh mereka,
Yang melarikan diri ke Eropa.
Dasar negara kita bukan lagi Pancasila
Tapi pancaderita:
Satu, ketuhanan bagi rakyat yang tersiksa
Dua, kemanusiaan yang menindas dan menderita
Tiga, kehancuran Indonesia
Empat, kerakyatan yang diperas oleh wakil rakyat dan para petinggi negara
Lima, keadilan sosial bagi mereka yang berkuasa.


