Light Yagami dan konsep Ubermensch dalam Serial “Death Note” ditinjau dari Perspektif Friederich Nietzsche

Pendahuluan

Death Note merupakan salah satu anime yang begitu banyak diperbicangkan akhir-akhir ini, di samping serial One Piece, Shingeki no Kyojin, Docter Stone, ataupun Jujutsu Kaisen. Hal ini tak ayal, sebab Death Note memiliki alur cerita yang menarik dan memberikan damage psikologis yang begitu kuat terhadap para penontonnya. Death Note mengisahkan seorang pelajar SMA yang sangat cerdas, yaitu Light Yagami. Light adalah seorang anak dari kepala kepolisian yang bernama Soichiro Yagami. Seperti ayahnya, Light memiliki jiwa keadilan yang tinggi, terutama keinginannya dalam menumpas tindakan-tindakan kejahatan atau kriminalitas.

Suatu hari, Light sedang duduk di dalam kelas, kemudian melihat sebuah buku jatuh dari langit dan mendarat di halaman sekolahnya.  Ketika Light mengambil dan mengeceknya buku tersebut berjudul “Death Note” dan memiliki aturan serta petunjuk yang sangat aneh. Dalam buku tersebut dijelaskan beberapa aturan dalam membunuh seseorang dalam waktu 40 detik. Pada awalnya, Light skeptis dan menghiraukan kegunaan buku tersebut berdasarkan anjurannya. Namun, ketika ia beranjak pulang dari sekolah, saat sedang duduk di bangku Kereta, Light melihat seorang penjahat yang banyak melakukan pemerkosaan dan pembunuhan sedang kabur dari pengejaran polisi. Setelah sampai di rumah Light mencari tahu identitas penjahat tersebut dan kemudian, dengan unsur mencoba-coba dia menuliskan namanya dalam “Death Note”. Tidak lama kemudian, ada sebuah pemberitaan yang menyebutkan penjahat tersebut meninggal tanpa penyebab yang jelas. Dari kejadian tersebut, Light mulai berpikir bahwa “Death Note” memiliki kekuatan yang besar terutama untuk membunuh orang lain.

Pada awalnya, Light berpikir perbuatannya merupakan kesalahan besar. Karena telah membunuh orang lain, meskipun yang dibunuh adalah seorang kriminal. Namun, ia berspekulasi bahwa tanpa ada orang yang berani melakukan tindakan untuk menghentikan kejahatan, maka tak akan pernah berakhir sampai kapanpun. Sehingga dalam hal ini, Light tidak terlalu menekankan aspek moralitas dalam hidupnya sebagai sebuah keniscayaan. Karena dia beranggapan bahwa membunuh orang-orang yang melakukan tindakan kejahatan merupakan sebuah hal yang benar, sebab itulah keadilan. Sehingga dengan kekuatan yang dimilikinya untuk membunuh orang-orang yang dianggap kriminal atau bandit, maka ia memiliki tujuan untuk menjadi “The God Of The New World”. Hal ini ia lakukan dengan menggambarkan dirinya sebagai “Kira” atau Killer sang dewa kematian.

Dari pengalaman pertamanya dalam membunuh orang lain dan keinginannya untuk melampaui batasan dari manusia normal. Karakter Light Yagami dalam serial Death Note memiliki keterkaitan dengan konsep “Ubermensch”dari Freiderich Nietzsche. Ubermensch pada dasaranya merupakan konsep untuk menjadi individu yang mampu melampaui batasan norma sosial dan moral yang ada, dengan menciptakan nilai-nilai mereka sendiri. Sehingga individu tersebut tidak terikat oleh norma ataupun moralitas yang diproyeksikan oleh masyarakat. Hal ini nampak jelas dari karakter Light atau Kira dalam serial Death Note.

Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap Light Yagami dalam serial Death Note dan keterkaitannya dengan konsep Ubermensch dari Freiderich Nietzsche. Lantas bagaimana, Light Yagami sebagai Ubermensch ditinjau dari perspektif Nietzsche?

Pembahasan

Selintas mengenai Anime Death Note

Death Note adalah sebuah manga yang ditulis oleh Tsugumi Ohba pada tahun 2003. Death Note dianggap salah satu manga terbaik yang menghadirkan konflik batin bagi para pembacanya. Hal ini tak terlepas dari setiap chapter dalam manga tersebut yang acap kali menghadirkan plot yang rumit, kualitas karakter Light Yagami yang cerdas dan sikap yang begitu manipulatif untuk mempertahankan keadilan yang diyakini tokoh utama. Sehingga Manga tersebut kemudian diadaptasikan ke dalam sebuah animasi atau biasa disebut dengan anime (dalam bahasa jepang) (Nugroho, 2019, hal. 3).

Anime merupakan karya sastra yang berasal dari imajinasi kreatif seorang penulis yang disampaikan dalam bentuk audio visual. Anime menggunakan gambar-gambar bergerak yang disusun sedemikian rupa dan mengandung beberapa unsur dalam film, mulai dari karakter, alur cerita, konsep, sinematografi dsb. Anime Death Note tayang pertama kali pada 3 oktober 2003 dan tamat pada 26 Juni 2007, yang terdiri dari 37 episode, di mana setiap penggalan terdiri dari 24 menit (Nugroho, 2019, hal. 4).

Light Yagami adalah tokoh utama dalam anime tersebut. Dia adalah seorang pelajar SMA yang sangat cerdas, bahkan diceritakan sebagai siswa terbaik secara nasional. Selain kecerdasan, Light juga memiliki jiwa keadilan yang begitu tinggi. Sehingga, Ia menggunakan Death Note untuk membunuh para kriminal dan bandit hanya dengan menulis namanya untuk menegakkan keadilan yang diyakininya (Kalangie, Pandi, & Rakian, 2023, hal. 2282).

Dalam ceritanya, Death Note adalah sebuah buku catatan kematian yang dimiliki oleh seorang Shinigami atau Dewa Kematian. Shinigami dalam serial Death Note adalah seorang Dewa Kematian yang bertugas untuk membunuh manusia, hanya dengan menulis namanya. Ryuk adalah Shinigami pemilik Death Note yang dipegang oleh Light Yagami. Ryuk adalah seorang Dewa Kematian yang bisa membunuh manusia, tapi dalam alur ceritanya, Ia sangat menyukai apel, sama hal nya dengan anak adam. Bahkan, dalam suatu segmen Ryuk menuruti kemauan Light hanya untuk mendapatkan sebuah apel. Meski terkesan Ryuk menuruti perintah Light, namun pada akhir cerita sang Dewa Kematian yang secara langsung merenggut nyawa Kira, setelah kekalahan yang dialaminya.

Karakteristik Light Yagami

Light Yagami adalah tokoh utama dalam serial Death Note. Dia merupakan ruh atau nyawa dalam setiap alur cerita dari anime Death Note. Sehingga karakteristik Light sebagai tokoh utama menjadi daya tarik tersendiri dalam anime ini. Menurut Nugroho (2019, hal. 27-31) Light sebagai pemeran utama dalam serial Death Note memiliki tiga karakter yang dominan, yaitu cerdas, ambisius dan optimis, namun penulis hanya akan mengulas dua diantaranya:

Cerdas

Light Yagami adalah seorang pelajar yang cerdas. Dia mampu mempertahankan peringkat sebagai juara satu di kelas ataupun dalam ujian secara nasional. Sehingga, Ia begitu populer dalam kalangan pelajar, dan acap kali di sebut ‘jenius’. Bahkan hal ini tetap bisa ia pertahankan ketika sudah masuk Perguruan Tinggi. Light Kemudian menjuluki dirinya sebagai Kira (killer) sebagai nama samaran dan menyembunyikan identitas aslinya sebagai pembunuh para kriminal.

Gambar No.1 Light Yagami atau Kira sebagai Tokoh Utama dalam serial Anime Death Note. Sumber: https://id.pinterest.com/. Di unggah pada Jum’at 27 Oktober 2023.

Light sebagai murid SMA yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata nampak jelas dalam beberapa episode awal di serial anime Death Note. Terutama, ketika Ia berhasil menyingkirkan agen FBI yang sedang menyelidikinya. Light menjadikan Ryuk sebagai tameng untuk mengelabui seorang penjahat dan agen FBI melalui intrik sabotase yang dilakukannya dalam sebuah Bus. Kegemilangannya dalam menyusun sebuah strategi untuk menaklukkan lawannya, dan ketenangannya dalam menghadapi masalah besar menjadi salah satu karakteristik ikonik dari Light dalam serial Death Note. Karena satu hari sebelum peristiwa itu terjadi, Ryuk mengatakan bahwa siapapun yang memegang kertas Death Note maka ia dapat melihatnya, dan seorang Dewa Kematian “Shinigami” kebal peluru. Setelah Light mendengar informasi tersebut. Ia langsung menyusun rencana untuk menaklukkan Raye Panbers atau agen FBI yang mengintainya, dengan menggunakan penjahat yang akan membajak sebuah Bus ke-esokan harinya.

Light pada awalnya sengaja mengajak kencan salah satu teman perempuan yang mengidolakannya, karena itu bagian dari rencananya. Kemudian ia menyobek bagian kertas dari Death Note dan menulis rencana kencan dengan teman perempuannya tersebut. Dalam sebuah adegan di Bus, Light sengaja menjatuhkan bagian kertas dari Death Note agar si penjahat teralihkan perhatiannya. Hal ini dilakukan agar si penjahat tertarik untuk memegang kertas tersebut. Akhirnya setelah si penjahat memegang kertas tersebut, Ia kemudian melihat sosok Shinigami dan mulai ketakutan, sehingga langsung menembakinya secara brutal. Namun, seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa Dewa Kematian kebal peluru, sehingga tembakannya tidak mempan. Setelah pelurunya habis si penjahat yang ketakutan berusaha kabur dengan menyuruh supir untuk menghentikan Bus-nya. Namun, nahasnya saat keluar dari Bus ada sebuah mobil yang melaju kencang sehingga si penjahat tertubruk dan mati. Sehingga kematiannya disebut kecelakaan, atau bukan siasat dari Light.

Di lain pihak, untuk mengelabui Raye Panbers, Light memanfaatkan keadaan chaos di dalam Bus untuk menarik perhatiannya. Karena posisinya Panbers duduk di belakang Light. Sehingga dalam suatu momen ia menyapa Light dan menyuruhnya untuk tatap tenang. Karena sebagai agen FBI, Panbers langsung refleks dalam keadaan tersebut, kemudian Light sengaja untuk memojokannya dengan pertanyaan “apakah Anda bagian dari komplotan penjahat tersebut”. Panbers secara reaktif menjawab, “bukan, Saya Agen FBI”. Light kemudian mendesak Panbers, untuk mengeluarkan kartu namanya, hal ini dilakukan agar mengetahui identitas atau nama aslinya. Secara tak sadar Panbers mengeluarkan kartu namanya, dan setelah itu Light tersenyum lebar karena rencananya berjalan mulus.

Gambar No.2 Light Yagami Mengintimidasi Raye Panbers  untuk mengeluarkan kartu namanya sebagai FBI. Sumber: https://anime-indo.net/. Episode 2. Di unggah pada Sabtu 28 Oktober 2023. Gambar No.3 Light Yagami terseyum puas setelah mendapatkan kartu nama Raye Panbers. Sumber: https://anime-indo.net/. Episode 2. Di unggah pada Sabtu 28 Oktober 2023.

Light tidak langsung menulis nama Panber dalam Death Note. Hal ini dilakukan, untuk menghilangkan kecurigaan terhadap kematian si penjahat dan para penumpang dalam Bus, termasuk dirinya. Setelah satu minggu berlalu, Light kemudian menyusun rencana untuk membunuh Raye Panber dan Agen FBI lainnya yang ditugaskan ke Jepang untuk menyelidiki kasus pembunuhan janggal terhadap para kriminal. Dalam melancarkan aksinya, Light berpakaian agak tertutup untuk menghindari CCTV dan orang-orang yang mengenalnya. Light kemudian mengintimidasi Panber dengan berjalan di belakangnya dan menyebut dirinya sebagai “Kira”. Setelah itu, Light membunuh seorang penjahat seksual atau pemerkosa yang kerap kali lolos dari penyelidikan polisi di depan mata Panber. Hal itu memberikan damage yang cukup signifikan terhadap mental Panber. Light kemudian mengarahkan obrolan kepada orang terdekat dari Panber (dalam hal ini kekasihnya), dan mengancam akan membunuhnya. Sehingga dengan terpaksa Panber mengikuti intruksinya, karena Ia tak mau Kira membunuh pacarnya. Light memerintahkan agar Panber menulis semua nama Agen FBI yang dikirim ke Jepang untuk menyelidikinya dalam sebuah kertas yang dibalut oleh amplop. Tanpa Panber sadari, Ia menuliskan nama-nama mereka dalam Death Note. Sehingga semua Agen FBI yang dikirim ke Jepang secara serentak mati terbunuh akibat serangan jantung.

Saat perjalanan pulang Light menulis nama Raye Panbers di dalam Death Note, kemudian terhitung setelah 40 detik sang Agen tewas setelah turun dari sebuah Kereta, karena serangan Jantung. Dalam hal ini, Light memperlihatkan bagaimana kecerdasan dan ketenangannya dalam memanipulasi lawan, bisa melepaskannya dari keadaan terdesak. Bahkan, Ia bisa menaklukan Agen FBI dengan rencana yang cemerlang. Meskipun, Light melakukan sebuah tindakan yang kejam, yaitu mensiasati pembunuhan. Namun, demi mempertahankan ambisinya untuk menjadi “The God Of The New World” dan menumpas segala kejahatan dan tindak kriminalitas, baginya itu adalah keadilan. Dengan ambisinya tersebut Light berhasil memaksimalkan kecerdasannya untuk menjatuhkan lawan-lawannya.

Ambisius

Selain memiliki kecerdasan di atas rata-rata, Light juga memiliki karakteristik yang ambisius. Hal ini nampak jelas ketika ia berambisi untuk menaklukan agen FBI di atas. Sebagai seorang yang ambisius, Light memiliki ambisi yang tak terjamah secara akal sehat, yaitu menjadi Tuhan di dunia baru “The God Of The New World”. Dalam merealisasikan ambisinya tersebut, Light tak pernah gentar, meskipun Ia harus menyingkirkan orang-orang terdekatnya.

Light memiliki jiwa keadilan yang begitu tinggi. Light memaknai keadilan sebagai sebuah ambisi untuk menciptakan dunia yang damai tanpa ada perselisihan dan kejahatan. Sehingga ambisinya adalah ideologi mengenai keadilan dan kedamain dalam dunia yang dikendalikan olehnya sebagai Kira. Ambisinya tersebut membentuk karakter yang dingin dan kaku. Light tidak segan untuk memanfaatkan orang-orang terdekat dan bahkan keluarga untuk kepentingannya. Seperti saat Light menggunakan Amane Misa dan Kiyomi Takada untuk merealisasikan rencananya.

Amane Misa adalah Idol yang begitu populer di Jepang dalam cerita Death Note. Selain itu, Misa adalah Kira kedua dan telah melakukan kontrak (pengambilan setengah umur) dengan Rem (Shinigami yang memiliki bukunya) untuk bisa melihat nama dan umur orang lain hanya dengan melihat wajahnya. Ia merupakan wanita yang sangat terobsesi kepada Light, dan bahkan akan melakukan apapun untuknya. Hal ini disadari betul oleh Light. Sehingga dalam beberapa plot dari anime Death Note, Light acap kali memanfaatkan kepolosan dan kecerobohannya untuk kepentingan ambisinya.

Gambar No.4 Amane Misa Seorang Model Sakligus Idol Populer dan Kira ke 2. Sumber: https://id.pinterest.com/. Di unggah pada Jum’at 27 Oktober 2023.

 

Di lain pihak, Kiyomi Takada adalah seorang reporter di salah satu stasiun televisi sekaligus pembicara Kira. Sejak saat duduk di bangku kuliah Takada sudah menyukai dan mengagumi sosok Light. Takada tidak jauh berbeda dengan Misa, meskipun ia lebih pintar dan hati-hati dalam menetukan sebuah keputusan. Namun, kecerdasaan Light Yagami dalam melakukan manipulasi telah mengubah cara pandang dan keputusan dari Takada. Dengan kata lian, Takada pada akhirnya bernasib seperti Misa, karena dimanfaatkan untuk kepentingan Kira.

Gambar No.5 Kiyomi Takada Seorang Reporter dan Pembicara Kira. Sumber: https://id.pinterest.com/. Di unggah pada Jum’at 27 Oktober 2023.

Misa dan Takada akan melakukan apapun untuk merealisasikan ambisi Kira menjadi Tuhan di dunia baru. Sebagai contoh, Sebelum Misa diintrogasi oleh L dan Kepolisian Jepang, Light telah memberitahu terlebih dahulu bahwa dia akan diperiksa dan diselidiki sebagai Kira kedua. Maka dari itu, Light berusaha meyakinkan Misa untuk tidak berbicara apapun terkait Kira saat sedang diinterogasi. Meskipun konsekuensinya Misa akan mengalami penyiksaan. Hal itu tak dipermasalahkan oleh Misa, karena keinginan Light adalah hal yang utama baginya.

Gambar No.6 Interogasi Amane Misa sebaga Kira Kedua. Sumber: https://anime-indo.net/.Episode 12. Di unggah pada Sabtu 28 Oktober 2023.

Sebagai Kira kedua yang memiliki Death Note, Amane Misa sudah tentu dapat melihat Shinigami, sama seperti Light. Shinigami pemilik Death Note yang dipegang Misa bernama Rem. Seperti sudah dijelaskan diawal Light akan melakukan cara apapun untuk merealisasikan ambisinya. Sehingga interogasi yang dilakukan terhadap Misa adalah rencanya untuk menyingkirkan L dan para dekektif yang memburu Kira. Dengan kata lain, Light sengaja menyiapkan dirinya dan Misa untuk diinterogasi oleh L dan para dekektif lainnya. Strategi ini dibuat untuk mempengaruhi kecurigaan L dan para detektif, serta mengendalikan Rem atau Shinigami dari Kira kedua. Kenapa demikian, sebab Rem sangat menyukai Misa, dan Light menyadari itu. Sehingga kemudian, Ia memanfaatkan perasaan Rem untuk mengendalikannya. Hal ini terbukti ketika Rem diperintahkan oleh Kira untuk mengubur Death Note di tempat yang hanya diketahui oleh Light, dan menyuruhnya untuk memutuskan kontrak dengan Misa. Setelah Misa memutuskan kontrak dengan Rem. Ia tak bisa lagi melihat Shinigami, dan bahkan semua ingatannya mengenai Rem dan Kira kedua terhapus secara otomatis.

Karakter ambisius dari Light merupakan salah satu keunikan dan daya tarik dari serial anime Death Note. Dalam suatu plot tertentu sikap ambisiusnya tak jarang memberikan pesan moral yang mendistorsi realitas. Karena moralitas acap kali dijadikan patokan dalam bersikap, berprilaku, dan bertindak. Namun, karakteristik dan tindakan dari Light Yagami justru mendistorsi moralitas. Karena makna keadilan dan kebenaran yang dia pegang bertolak belakang dengan moralitas yang kita insafi.

Maka dari itu. Selanjutnya penulis akan menjelaskan makna moralitas bagi Light dan menyinambungkannya dengan pemikiran Nietzshe mengenai pemilahan antara moralitas tuan dan moralitas budak.

Moralitas dan Light Yagami

Light Yagami adalah tokoh utama dalam serial Death Note yang cerdas dan ambisius. Di samping karakteristik yang cerdas dan ambisius, Ia juga adalah seorang yang manipulatif. Manipulatif pada dasarnya adalah sebuah upaya dari seseorang untuk mempengaruhi pemikiran dan keputusan orang lain untuk kepentingannya (Adinda, 2020). Tak bisa ditampik bahwa Light adalah seorang yang manipulatif. Ia acap kali berusaha untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain dalam setiap kondisi untuk mencapai kepentingannya, seperti yang dia lakukan terhadap Misa, Takada, L, dan keluarganya.

Karakter manipulatif kerap kali dianggap tak sesuai dengan moral atau imoral, dan bahkan bisa dikatakan amoral. Seperti Light yang tidak merasa bersalah saat membunuh para kriminal yang merugikan orang lain. Secara sederhana kita bisa mengatakan bahwa Light adalah seorang yang jahat dan bejat secara moral. Namun, apakah tidak terlalu cepat jika menyebut Light Yagami sebagai seorang yang amoral. Bahkan untuk menuduh Light sebagai imoral pun masih perlu banyak dipertimbangkan. Karena Light justru berupaya untuk membentuk nilai-nilai moralitasnya sendiri. Sehingga perlu diketengahkan terlebih dahulu makna harfiah dari moralitas.

Menurut Franz Magnis Suseno (2016, hal. 14) moralitas adalah sebuah ajaran-ajaran, petuah-petuah, norma-norma dan ketetapan tertentu yang berbentuk lisan atau tulisan, untuk dijadikan pedoman bagi manusia guna menjalani hidup yang baik. Moralitas merupakan salah satu kaidah bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Pada umumnya bersikap dan bertindak sesuai moralitas merupakan sebuah keutamaan. Sehingga penyimpangan terhadap moralitas merupakah hal yang dianggap keliru dan bahkan salah. Maka, moralitas tidak hanya menjadi sebuah norma, tetapi keniscayaan dalam kehidupan.

Sementara, Setyo Wibowo dalam buku “Gaya Filsafat Nietzsche” (2017, hal. 291), bagi Nietzsche moralitas bukanlah doktrin tentang baik dan buruk, tetapi tentang keberdayaan dan ketidakberdayaan subjek untuk mengutuhkan dan mendominasi hidupnya sendiri. Dalam hal ini, Nietzsche memiliki pandangan lain mengenai moralitas. Bagi Nietzsche, mengikuti kaidah-kaidah moralitas yang telah disepakati dan diterapkan oleh masyarakat merupakan bentuk pembatasan terhadap subjek. Karena subjek telah diproyeksikan oleh hal-hal di luar kehendaknya.

Selaras dengan pandangan Nietzsche, Light yang cerdas dan ambisius justru berupaya untuk membentuk nilai-nilai moralitasnya sendiri. Hal ini dilatar belakangi oleh kehendaknya untuk menciptakan dunia yang damai tanpa kejahatan. Sehingga persoalannya ada pada kehendak dari Light dalam merealisasikan keinginannya. Kehendaknya untuk menumpas tindakan-tindakan kriminalitas dan kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan nilai yang dipegang secara teguh olehnya. Namun, penting untuk terlebih dahulu mengumpat makna kehendak terutama dari pemikiran Nietzsche.

Pemikiran Nietzsche mengenai kehendak tak bisa dilepaskan dari keterpengaruhannya oleh Arthur Schopenhauer. Meskipun begitu, Nietzsche adalah seorang pemikir yang eksentrik dan sudah jelas tidak akan menerima atau meniscayakan pandangan dari Schopenhauer. Menurut Schopenhauer kehendak adalah hal yang paling mendasar dari pengetahuan manusia. Karena pengetahuan manusia dibangun dari kehendak, seperti kita mengetehui rasa lapar, senang, sakit, kebencian, dan keinginan. Kehendak yang dibayangkan oleh Schopenhauer, sama seperti konsep Das Ding an Sich dari Kant. Karena tak bisa ditampik bahwa ia begitu terpengaruhi oleh pemikiran Kant. Perbedaannya Kant menyebut sesuatu yang tak dapat diketahui atau benda pada dirinya sendiri sebagai Das Ding an Sich, Schopenhauer menyebutnya sebagai kehendak (Wibowo, 2017, hal. 281).

Nietzshe menolak gagasan Schopenhauer mengenai kehendak sebagai ide fixe. Kenapa demikian, karena Schopenhauer masih mengandaikan bahwa kehendak bersifat metafisis atau sama seperti Das Ding an Sich dari Kant. Tak ayal jika, Schopenhauer memandang realitas secara negatif, karena berangkat dari pemahaman dualitasnya antara kehendak objektif dan subjektif. Dengan kata lain, realitas menjadi negatif karena berangkat dari kehendak objektif yang tak bisa dikontrol dan disadari oleh manusia. Sehingga pertikaian, konflik, pembunuhan, pemerasan dan hal-hal negatif lainnya adalah sebuah keniscayaan dalam dunia nyata. Schopenhauer meyakini bahwa manusia, hewan dan tumbuhan memiliki kehendak untuk hidup dan melakukan segala cara untuk mewujudkan hasrat tersebut (Wibowo, 2017, hal. 282).

Berbeda dengan Schopenhauer, Nietzsche menganggap realitas tidak berjalan secara negatif atau postitf. Menurut Nietzsche, Schopenhauer jatuh pada posisi voluntarisme yang mengandaikan sebuah ide fixe. Nietzche menolak ide fixe yang menekankan dualitas antara subjek dan kehendak. Bagi Nietzsche, kehendak dan subjek tak bisa disamakan seperti kusir yang menggerakan delman atas kehendaknya. Subjek dan kehendak adalah satu kesatuan yang diproyeksikan oleh sistem saraf dalam otak dan tubuh manusia, sehingga tidak ada tendensi metafisis dalam kehendak subjek. Dalam artian, bagi Nietzsche realitas bukanlah sebuah implikasi dari kehendak objektif, atau tidak berjalan negatif seperti apa yang dipikirkan oleh Schopenhauer (Wibowo, 2017, hal. 287).

Menurut Nietzsche, realitas berjalan atas kehendak untuk berkuasa dari subjek. Seperti atruan moral, hukum, dan agama yang mesti diikuti oleh manusia, pada dasarnya berasal dari hasrat untuk menguasai. Sehingga dalam hal ini, Nietzsche justru berpikir bahwa realitas itu tidak negatif atau positif seperti pandangan Schopenhauer, atau kaum voluntarisme. Karena permasalahannya bukan pada realitas, namun pada diri subjek dalam memaknai realitas. Subjek mesti berpikir untuk melepaskan diri dari belenggu nilai-nilai moral, agama dan hukum yang menjerat kebebasannya. Hal ini dilakukan untuk membentuk sistem nilai dan moralitasnya sendiri. Karena moralitas pada dasarnya alat untuk mendominasi atau menguasai subjek.

Pandangan Nietzsche mengenai kehendak selaras dengan prinsip hidup dari Light Yagami. Light tidak memaknai realitas secara positif atau negatif. Meskipun, Ia berangkat dari kehendak untuk mengubah keadaan yang penuh konflik dan pertikaian, atau terkesan negatif. Namun, Ia tidak menganggapnya secara pesimis atau sebagai sesuatu yang alamiah dan sukar untuk dirubah. Light berpikir bahwa kesemrawutan dalam dunia realitas bisa dirubah dengan kehendaknya, atau dia tidak berusaha lari dari kenyataan tersebut. Prinsip hidup Light Yagami pada dasarnya sesuai dengan moralitas tuan dari pandangan Nietzsche.

Nietzsche membedakan antara moralitas tuan dan moralitas budak. Moralitas tuan (Herrenmoral) adalah nilai-nilai moral yang diproduksi manusia itu sendiri yang dianggapnya sebagai tindakan yang baik. Moral tuan tidak diproyeksikan oleh faktor-faktor eksternal di luar dirinya, segala tindakannya berasal dari kehendaknya. Dalam artian, baik dan buruk tak terletak pada tindakannya, tapi pada prinsip dari seseorang yang melakukannya. Jika membunuh para kriminal merupakan kehendak dari orang lain, maka Light Yagami bermental budak. Karena tindakannya diproyeksikan oleh hal-hal diri luar dirinya. Namun, dalam serial Death Note tindakannya untuk membunuh para kriminal dan mengatur dunia baru pada dasarnya adalah kehendaknya. Sehingga Light bisa disebut bermental tuan. Kenapa demikian, karena ia berusaha melampaui batasan moral dengan kehendaknya, untuk menciptakan dunia yang damai tanpa kejahatan atau tidak mengikuti moralitas dari masyarakat (Anam, 2016, hal. 5).

Di lain pihak, moralitas budak (Herdenmoral) merupakan sikap dan perilaku yang tidak berasaskan kehendak sendiri, karena segala tindakannya berasal dari perintah tuannya atau moralitas yang diproyeksikan oleh masyarakat atau agama. Apa yang dianggap baik oleh tuannya, maka itu baik. Moralitas budak bersifat reaktif: bersumber pada ketakukan dan kapatuhan. Moralitas budak tak memiliki kadaulatan diri, kekuasaan, kemerdekaan, melainkan simpati, lemah lembut, rendah hati dalam kaitannya sebagai kasta rendah dan tertindas. Light Yagami dalam serial Death Note tak ingin mengikuti prinsip-prinsip moralitas yang diproyeksikan oleh kepolisian ataupun masyarakat dalam menumpas kejahatan. Karena baginya, membunuh para pembunuh adalah sebuah keadilan. Meskipun, dalam ceritanya ia juga membunuh orang-orang yang bukan kriminal atau pembunuh. Namun, tindakannya tersebut berdasarkan kehendaknya untuk menciptakan kedamaian dan menjadi “The God in The New World” (Anam, 2016, hal. 5).

Dalam hal ini, Light berupaya untuk menjadi manusia yang melampaui batasan moral. Hal ini serupa dengan pandangan Nietzsche bahwa manusia mesti bisa menciptakan nilai-nilai moralitasnya sendiri atau tidak diperbudak oleh moralitas di luar dirinya. Karena pada dasarnya, menurut Nietzsche menusia memiliki kehendak untuk berkuasa “Will to Power” atau menjadi manusia super “Ubersmanch”.

Light Yagami dan Ubersmanch

Dalam penelitian Ferdinand Indrajaya (2010, hal. 216) moralitas budak yang dimaksud oleh Nietzsche adalah moralitas dari sebagian umat kristiani pada zamannya. Nietzsche memandang bahwa manusia tidak terlepas dari seleksi alam (maksudnya yang kuat berkuasa dan yang lemah dikuasai). Sedangkan, ajaran Kristiani bagi Nietzsche justru malah memberikan tempat berlindung bagi kelemahan dan ketakberdayaan. Sehingga moralitas budak menganggap kejumudan dan kepasarahan terhadap takdir dianggap baik, sedangkan menganggap diri superior dan berkuasa merupakan hal yang salah. Bagi Nietzsche moralitas budak terlalu mengedepankan sikap altruistik atau rendah hati dan mengutamakan keutamaan orang lain ketimbang dirinya. Memiliki sikap egois dan hasrat untuk berkuasa bukanlah sebuah hal yang tak bermoral, justru merupakan sikap berani dalam menghadapi hidup. Hal ini lah yang Nietzsche tekankan dalam konsep Ubersmanch.

Ubersmanch berasal dari bahasa Jerman dari kata “Uber” yang berarti “di atas” atau “lebih dari” dan sering digunakan dalam konteks yang mengindikasikan sesuatu yang melebihi atau melampaui sesuatu yang ada. Sedangkan, “Mensch” merupakan kata dalam bahasa Jerman yang bermakna “manusia” atau “orang.” Jadi, secara etimologis, “Ubermensch” bisa diterjemahkan sebagai “Manusia yang Lebih” atau “Manusia yang Melebihi.” Konsep ini terkait dengan gagasan Nietzsche tentang kemampuan individu untuk melampaui batasan-batasan sosial, moral, dan konvensi yang ada, dan untuk mencapai potensi manusia yang lebih tinggi. Nietzsche melihat Ubermensch sebagai sebuah gagasan yang menghadirkan individu yang mampu mengatasi moralitas budak dan menggantikannya dengan moralitas tuan yang lebih tinggi, lebih bebas, dan lebih kreatif (Nanuru, 2017, hal. 4).

Ubermensch adalah manusia yang yang menganggap dirinya sebagai sumber nilai. Manusia yang telah menjangkau Ubermensch akan selalu mengatakan “ya” pada segala hal dan siap menghadapi tantangan, yang mempunyai sikap selalu mengafirmasikan hidupnya dan tanpa itu Ubermensch tidak mungkin akan tercipta. Seorang Ubermensch tidak pernah menyangkal ataupun gentar dalam menghadapi berbagai dorongan hidupnya yang dahsyat. Nietzsche juga percaya bahwa ketika berhadapan dengan konflik, maka manusia akan tertantang, dan segala kemampuan yang dimilikinya dapat keluar dengan sendirinya secara maksimal. Maka, tidak mengherankan apabila Nietzsche sangat gemar sekali dengan kata-kata peperangan, konflik dan sebagainya yang dapat membangkitkan semangat manusia untuk mempunyai kehendak berkuasa (Nanuru, 2017, hal. 4).

Hal ini serupa dengan sosok Light Yagami yang berupaya untuk menciptakan nilai-nilai berdasarkan kehendaknya dalam menciptakan dunia yang damai tanpa kejahatan. Light tak hanya mengalami konflik sosial dan politik yang memerlukan kecerdasan dan strategi untuk menyelesaikannya. Di lain pihak, Light juga mengalami konflik batin ketika memiliki kekuatan untuk menyabut nyawa siapapun yang menghalangi kehendaknya, tanpa pandang bulu. Sebagaimana yang ditekankan Nietzsche, konflik, tantangan dan hambatan dalam melampaui batasan moral justru akan membangkitkan kekuatan dengan maksimal. Hal ini terbukti dalam serial Death Note, ketika Light berhasil mengalahkan semua agen FBI, L dan detektif jepang, Rem sebagai Shinigami hingga mengontrol emosi sebagai batasan moral yang paling tinggi. Hal ini tak ayal, sebab Light adalah sosok Ubersmanch yang berani melakukan perubahan dengan melampaui batasan moral. Karena setelah sosok Kira (Light) ditakuti dan dipuja-puja sebagai Tuhan tingkat kejahatan menurun secara drastis, baik di Jepang atau diberbagai negara yang diceritakan dalam serial Death Note.

Radikalisasi subjek sebagai Ubersmanch dapat terimplentasikan dalam sikap yang egois (selfish). Menurut Nietzsche pada dasarnya setiap orang egois, karena itu konsekuensi dari kehendak untuk berkuasa. Egoisme menjadi makna buruk dan kasar, lantaran terkurung oleh nilai-nilai kristianitas yang bersifat altruistik. Seorang Ubersmanch mesti memiliki sikap yang egois untuk kepentingan dirinya. Kepentingan diri bisa didefiniskan sebagai kebahagiaan. Namun, kebahagiaan di sini bukanlah sebuah pencapaian kesukesan sebagaimana dalam pandangan umum, seperti jabatan dan gaji yang besar atau pujian dari sikap yang taat. Karena bagi Nietzsche, kebahagiaan yang diproyeksikan oleh kehendak orang lain merupakan sebuah banalitas atau kemusykilan. Kebahagiaan mestilah bersumber dari kepentingan diri (Indrajaya, 2010, hal. 219).

Light Yagami menolak untuk menjadi polisi atau Lawyers, meskipun itu bisa didapatkannya dengan mudah, karena kecerdasan dan prestasinya selama kuliah. Di lain pihak, Ayahnya adalah kepala polisi Jepang. Dengan sikap egoismenya yang ingin menciptakan kehidupan damai tanpa kejahatan dan menjadi Tuhan di Dunia baru, Ia menolaknya. Dalam hal ini, Light menunjukkan bahwa kepentingan diri lebih utama ketimbang kebahagiaan primordial. Maka tak ayal, Light berusaha merealisasikan tujuannya, meskipun mendatangkan banyak masalah, sebab itu adalah kebahagiaan baginya.

Gambar 7. Light Yagami menyampaikan tujuannya kepada Ryuk. Sumber: https://anime-indo.net/. Episode 1. Di unggah pada Sabtu 28 Oktober 2023.

Gambar 8 Light Yagami menyampaikan tujuaannya kepada Ryuk. Sumber: https://anime-indo.net/. Episode 1. Di unggah pada Sabtu 28 Oktober 2023.

Dalam hal ini, Light menggambarkan bahwa seorang ubersmanch tak pernah gentar untuk mewujudkan kehendaknya, meskipun itu bertentangan dengan moralitas. Kendatipun, terlalu cepat jika menyebut Light Yagami sebagai ubersmanch dengan kriteria-kriteria yang telah dipaparkan. Namun, apabila ditinjau dari bentuk radikalisasi diri sebagai ubersmanch dalam pandangan Nietzsche, Light adalah contohnya. Karena tak bisa ditampik, Nitzsche tak pernah menggambarkan seorang ubersmanch yang memiliki karakteristik totaliter seperti Light. Totalitarianisme Light Yagami nampak jelas dalam kehendaknya untuk menjadi Tuhan di dunia baru dan menguasai semua orang di dalamnya. Sehingga Light berupaya untuk menguasai umat manusia agar tunduk dan patuh terhadapnya. Hal ini dilakukan dengan memberikan rasa takut kepada siapapun yang berani melakukan tindakan kejahatan dan kriminalitas. Karena sebagai Tuhan, Light berpikir bahwa semua manusia di dunia baru harus dikuasai olehnya.

Pada akrhinya, Light Yagami sebagai Kira terbongkar di akhir episode yang menyebabkan ia terbunuh. Segala upaya yang telah dilakukannya bisa dikatakan berbuah hasil. Karena semenjak Kira muncul dan menjadi momok menakutkan bagi para penjahat atau bandit tingkat kejahatan di dunia menurun drastis.

Kesimpulan

Dalam serial anime Death Note Light Yagami adalah tokoh utama yang berusaha untuk mencapai kehendaknya menjadi “The God in the New Wolrd”. Secara umum tokoh utama adalah seorang hero atau pahlawan yang memiliki peran untuk menegakan keadilan dan kebenaran. Tetapi, Light sebagai tokoh utama justru memiliki cara yang tak lazim untuk menumpas kejahatan, yakni dengan membunuh para kriminal. Sehingga, Light Yagami dibentuk oleh Shugumi Ohba sebagai anti-hero dalam serial Death Note.

Light menggunakan cara-cara yang tak sesuai dengan ajaran moral untuk mencapai keinginannya dalam menegakan keadilan, yakni dengan membunuh para kriminal dan bandit yang kerap kali melakukan tindakan kejahatan. Light berupaya membentuk nilai-nilai keadilan dengan menciptakan hukum dan moralitas yang dikehendakinya. Ia mendistorsi makna moralitas yang bersifat mengekang atau membatasi hasratnya dalam mencapai kekuasaan. Hal ini yang menjadi patokan, kenapa ia dikorelasikan dengan konsep ubersmanch dari Nietzsche.

Ubersmanch adalah seorang manusia yang menjadikan kehendaknya sebagai sumber nilai, dan berupaya melampaui batasan moral yang diproyeksikan oleh ajaran agama atau norma dari masyarakat. Light Yagami adalah representasi dari konsep ubersmanch yang berupaya merealisasikan kehendaknya. Kendatipun, totalitarianisme dalam gagasannya tak bisa dikesampingkan.

Light Yagami adalah bentuk radikal dari konsep ubersmanch yang dicanangkan oleh Nietzsche. Dengan kehendaknya, Ia berusaha merealisasikan tujuannya untuk menciptakan dunia yang damai dan menjadi Tuhan di dalamnya. Radikalisasi konsep ubersmanch dari sosok Light Yagami adalah sikap egoismenya yang menolak segala kemungkinan dari faktor eksternal di luar dirinya. Totalitarianisme menjadi konsekuensi logis untuk mencapai tujuannya, yakni menciptakan dunia yang damai tanpa kejahatan dan menjadi Tuhan di dalamnya.

Daftar Pustaka

Adinda, R. (2020). Mengenal Sifat Manipulatif dan Hal yang Harus Kamu Waspadai. https://www.gramedia.com/best-seller/sifat-manipulatif/, -.

Anam, M. A. (2016). Friedrich Nietzsche dan Kiat Menjadi Manusia Super (Übermensch). academia.adu, 5.

Indrajaya, F. (2010). REFLEKSI PANDANGAN NIETZSCHE TERHADAP MORALITAS DAN KEPENTINGAN DIRI. HUMANIORA , 216.

Kalangie, J., Pandi, H. M., & Rakian, S. (2023). ANALISIS PERKEMBANGAN KARAKTER YAGAMI LIGHT DALAM SERIAL ANIME DEATH NOTE KARYA TSUGUMI OHBA. KOMPETENSI : Jurnal Ilmiah Bahasa dan Seni, 2282.

Nanuru, R. F. (2017). ÜBERMENSCH (Konsep Manusia Super Menurut Nietzsche). https://osf.io/, 4.

Nugroho, L. (2019). KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA ANIME DEATH NOTE KARYA TSUGUMI OHBA (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA). http://eprints.undip.ac.id/79181/1/1._Skripsi_Full_Lilik_Nugroho.pdf, 3.

Suseno, F. M. (2016). ETIKA DASAR (Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral). Yogyakarta: PT KANISIUS.

Wibowo, A. S. (2017). Gaya Filsafat Nietzsche . Yogyakarta: Kanisius.

Internet

https://id.pinterest.com/

https://anime-indo.net/.

 

Share It

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terkait