Penolakan terhadap konser coldplay sampai saat ini masih menjadi perdebatan panjang yang belum selesai. Novel Bamukmin sebagai ketua koordinator Presidium Alumni (PA) 212 dan Anwar Abbas sebagai wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), memiliki tendensi yang sama dalam memberikan penolakan terhadap konser tersebut. Novel Bamukmin berpendapat bahwa Coldplay adalah grup musik yang mendukung paham LGBTQ. Hal ini ia tegaskan secara langsung dalam wawancaranya bersama warta ekonomi, Bamukmin mengatakan bahwa Coldplay merupakan band yang mendukung LGBTQ. Di lain pihak, Abbas juga mengatakan hal yang sama dengan Bamukmin. Menurut laporan yang diterbitkan Kompas TV, Coldplay adalah band yang identik dengan simbol warna LGBT (pelangi). Selain LGBTQ, Coldplay juga disebut sebagai band yang menyebarkan paham atheisme dan dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila oleh kedua tokoh agamawan tersebut.
Apabila konser Coldplay sampai digelar di Gelora Bung Karno (GBK) November mendatang. PA 212 akan melakukan aksi penolakan dengan memblokade akses jalan ke GBK. Hal ini ditekankan secara langsung oleh Novel Bamukmin dalam wawancaranya yang di lansir dari Narasi TV, bahwa ia akan melakukan aksi besar dan mengepung bandara apabila konser tersebut masih digelar. Sedangkan, MUI akan berkomunikasi lebih lanjut dengan Sandiaga Uno sebagai menteri pariwisata dan ekonomi kreatif yang memiliki kewenangan dalam menggelar konser Coldplay. Dalam laporan yang dilansir Kompas TV pada Senin 22 Mei, Sandiaga Uno mengatakan bahwa dia akan membuka jalur komunikasi dengan pihak agamawan agar konser ini sesuai dengan koridor hukum. Menurut Sandi, konser Coldplay ini akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 4,2 juta dan meraup keuntungan sekitar 162 triliun. Hal ini tak ayal, karena respon dan animo masyarakat terhadap konser Coldplay begitu tinggi.
Posisi Bamukmin dan Abbas yang menolak diselenggarkannya konser Coldplay di GBK menuai banyak respon negatif dari netizen. Beberapa netizen menyampaikan kritik dan menyambungkan penolakan tersebut dengan kasus-kasus yang dilakukan sebagian agamawan. Di lansir dari Pikiran Rakyat, pemiliki akun Negativisme mengatakan bahwa para fans Coldplay bisa membeli tiket secara peribadi dan aksi yang akan dilakukan PA 212 hanya akan menganggu jalannya lalu lintas serta membuat kerumunan di Monas yang akan menggangu aktivitas. Selain itu, netizen juga mengaitkan penolakan konser Coldplay dengan kasus pelecehan dan prostitusi yang dilakukan oleh beberapa Ustadz atau ulama. Hal ini menandakan kekecewaan netizen terhadap sikap dari PA 212 dan MUI yang terkesan membiarkan kasus tersebut dan malah membesar-besarkan penolakan konser Coldplay. Seperti di lansir dalam Pikiran Rakyat, pemilik akun Uttanggawak menyatakan bahwa PA 212 tidak memberikan respon berlebihan saat ada pelecehan terhadap Santriwati, padahal itu perbuatan bejat dan akan menghancurkan masa depan mereka.
Dari penolakan PA 212 dan MUI terhadap konser Coldplay serta respon beberapa Netizen yang cenderung mendukung diselenggarakannya pertunjukan tersebut. Dapat di ketahui bahwa sikap dan posisi PA 212 dan MUI dinilai politis, karena memanfaatkan momen Pilpres 2024. Kenapa demikian, karena mengaitkan konser Coldplay dengan penyebaran LGBTQ dan atheisme sebagai penolakan mereka. Sedangkan, kasus pelecehan terhadap Santriwati yang notabennya merusak masa depan mereka kurang diperhatikan oleh kedua lembaga tersebut. Sehingga dalam hal ini penilaian politis terhadap posisi dan sikap dari PA 212 dan MUI cukup beralasan. Karena pernyataan mereka bisa mendapatkan dukungan besar dari sebagian umat muslim yang sensitif terhadap isu LGBTQ dan atheisme.
Selain itu, jika ditinjau dari sudut pandang Sandiaga Uno sebagai kepala kemenparekraf keuntungan secara ekonomi yang dihasilkan dari konser tersebut cukup signifikan. Terutama keuntungan yang akan diraih senilai 162 triliun dan terbukanya lapangan pekerjaan yang berjumlah 4,2 juta akan meningkatkan pendapatan negara. Maka dari itu, penolakan terhadap konser Coldplay dengan tendsensi LGBTQ dan atheisme juga dapat menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi.