RUU MINERBA : DULU ORMAS, SEKARANG KAMPUS JUGA AKAN DIBUNGKAM ?

Belakangan ini, polemik terkait Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) semakin mengundang perhatian publik. Salah satu poin kontroversial dalam rancangan tersebut adalah pemberian izin usaha tambang kepada perguruan tinggi. Kebijakan ini memicu kekhawatiran masyarakat, terutama karena sebelumnya telah terjadi polemik serupa, yakni pemberian izin usaha tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang disahkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Kedua kebijakan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai arah pengelolaan sumber daya alam dan dampaknya terhadap independensi lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pilar intelektual dan moral bangsa.

Di tengah situasi ini, muncul kekhawatiran yang lebih mendalam: apakah pemberian izin usaha tambang kepada kampus dan ormas keagamaan merupakan strategi terselubung untuk membungkam kritik terhadap pemerintah? Kampus sebagai pusat intelektual memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran kritis mahasiswa dan akademisi terhadap kebijakan negara, sementara ormas keagamaan sering kali menjadi suara moral dalam berbagai isu sosial dan politik. Dengan diberikannya akses bisnis tambang, apakah kedua institusi ini akan tetap objektif dalam menjalankan peran sosialnya, atau justru malah menjadi budak oligarki?

Fenomena ini bukanlah hal baru dalam sejarah. Pada Abad Pertengahan di Eropa, gereja sering kali menerima hak istimewa ekonomi dari raja-raja, seperti kepemilikan tanah atau pajak khusus, sebagai imbalan atas dukungan terhadap legitimasi kekuasaan monarki. Hal ini membuat gereja cenderung diam atau bahkan membenarkan kebijakan penguasa, meskipun kebijakan tersebut merugikan rakyat. Pada era Renaisans, patronase dari keluarga bangsawan dan gereja juga menjadi alat untuk mengontrol kebebasan intelektual seniman dan ilmuwan. Galileo Galilei, misalnya, meskipun mendapatkan perlindungan finansial dari para patron, tetap mengalami sensor dan tekanan ketika gagasannya bertentangan dengan otoritas gereja. Sementara itu, pada Revolusi Industri abad ke-19, pemerintah dan perusahaan besar sering kali memberikan insentif ekonomi kepada akademisi dan serikat buruh guna meredam kritik terhadap eksploitasi pekerja. Semua contoh ini menunjukkan pola yang serupa: ketika lembaga intelektual atau moral disusupi oleh kepentingan ekonomi, kritik terhadap kekuasaan menjadi semakin lemah, bahkan dapat diredam sepenuhnya.

Stabilitas Indeks Demokrasi Indonesia

Jika melihat kondisi demokrasi kita saat ini cukup mengkhawatirkan, hal tersebut dimulai dari pencalonan prabowo subianto menjadi calon presiden dengan terbentuknya Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mewadahi segala bentuk politik kepentingan didalamnya. Terjadi ketidakstabilan demokrasi yang tercerminkan dari ketidakseimbangan antara petahana yang memiliki kekuatan yang sangat besar dan oposisi yang semakin melemah. Seperti halnya di dalam Dewan Perwakiran Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif yang seharusnya memiliki tugas dan wewenang mengawasi jalannya pemerintahan dan mewakili aspirasi – aspirasi rakyat kini berubah menjadi alat untuk mengesahkan aturan yang tidak berpihak sama sekali pada kemaslahatan rakyat.

Setelahnya, pengesahan peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2024 yang mengizinkan ormas untuk melakukan pengelolaan tambang melalui Izin Usaha Pertambangan dinilai sebagai upaya pembungkaman terhadap ormas ormas keagamaan yang harapannya setelah diberi hak tersebut suara ormas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Yang padahal suara ormas kegaaman seperti Nahdatul Ulama dan Muhamaddyah yang diharapkan menjadi bagian oposisi yang mampu memperjuangkan suara umat yang tak di dengar.

Kini giliran kampus yang ditawarkan untuk mengelola tambang melalui RUU Minerba, kebijakan ini diharapkan agar kampus memiliki kemampuan untuk memperoleh anggaran tambahan agar biaya kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswa bisa lebih murah. Tapi hal ini memicu kecurigaan, apakah hal ini benar benar untuk tujuan tersebut ? atau malah menjadi upaya pembungkaman segenap stakeholder kampus seperti rektor, dekan, dosen hingga mahasiswa untuk tunduk dan patuh saja terhadap aturan aturan yang di buat pemerintah.

Mahasiswa Bisa Apa ?

Polemik ini seharusnya menjadi pemicu kesadaran bagi mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat terdidik yang memiliki peran dalam menjaga keutuhan demokrasi. Kampus bukan sekadar ruang akademik, tetapi juga tempat untuk membangun pemikiran kritis dan sikap independen terhadap kebijakan negara. Mahasiswa harus aktif mengawal kebijakan publik melalui kajian akademik, diskusi, dan advokasi agar kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat tidak dibiarkan begitu saja. Jika ruang intelektual dibungkam oleh kepentingan busuk oligarki, maka independensi akademik dan kebebasan berpendapat akan semakin terancam.

Selain itu, mahasiswa dapat menggunakan media sosial sebagai alat perjuangan untuk menyebarluaskan kritik dan membangun opini publik yang lebih objektif. Di era digital, suara mahasiswa tidak hanya bisa disuarakan melalui demonstrasi fisik, tetapi juga melalui tulisan, petisi, dan kampanye yang dapat menjangkau lebih banyak orang. Mahasiswa harus cerdas dalam membaca arah kebijakan dan berani mengkritisi segala bentuk upaya pelemahan demokrasi.

Namun, perjuangan mahasiswa tidak boleh berhenti hanya pada kritik. Diperlukan langkah konkret untuk memastikan bahwa kampus tetap menjadi ruang yang independen dan demokratis. Mengawal kebijakan kampus, membentuk komunitas diskusi kritis, serta menjaga kebebasan akademik adalah langkah awal dalam memastikan bahwa perguruan tinggi tetap menjadi pilar intelektual yang tidak tunduk pada kepentingan politik praktis. Jika mahasiswa memilih diam dan apatis, maka bukan tidak mungkin kampus hanya akan menjadi perpanjangan tangan kekuasaan, bukan lagi sebagai ruang perlawanan intelektual yang sesungguhnya.

Share It

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terkait

Laporan Pertanggungjawaban

Kementerian Komunikasi & Informasi

Untuk melihat Laporan Pertanggungjawaban Kementerian Komunikasi & Informasi, silahkan klik link berikut : https://drive.google.com/file/d/15PpF2uZYyY0xPGhE2477BT2t-5RNSETG/view?usp=drivesdk  

Read More »
Laporan Pertanggungjawaban

Kementerian Pemuda dan Olahraga

Untuk melihat Laporan Pertanggung Jawaban Kementerian Pemuda & Olahraga silahkan klik link berikut : https://drive.google.com/file/d/1bZh8uKzRfTTOPIAhgsMkkmaEKDJq58kI/view?usp=drivesdk

Read More »
Laporan Pertanggungjawaban

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Untuk melihat Laporan Pertanggung Jawaban Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan silahkan klik link berikut : https://drive.google.com/file/d/1XmJ4m5jBksWSFqxDJsf2s6iAm7LKu4vo/view?usp=drivesdk

Read More »